MENAKHLUKKAN SAWARNA
First Day Adventure in Sawarna
Sering sekali aku mendengar nama Sawarna. Banyak orang mengatakan kalau pantai sawarna itu indah. Sudah lama sebenarnya aku ingin mengunjungi tempoat itu, tetapi beberapa kali mempertimbangkan nya. Pertama karena jarak yang cukup lumayan dari Jakarta (sekitar 240 km) dengan kondisi jalan yang cukup berliku dan di beberapa lokasi jalan cukup sempit sehingga dengan jarak tersebut membutuhkan waktu selama 5 jam lebih karena selama di perjalanan kecepatan mobil tidak akan bisa stabil dengan kecepatan tertentu. Kedua karena dari informasi yang saya kumpulkan, bahwa untuk menuju objek wisata yang bagus harus melewati jalur yang cukup ekstrim (ada yang harus dicapai dengan berjalan kaki dan ada pula yang bisa dicapai dengan menaiki motor tidak bisa di capai dengan menggunakan mobil).
Tetapi lama kelamaan rasa keingintahuan ku semakin tak terbendung dan selalu memikirkan untuk bisa tiba disana. Ingin melihat dan merasakan langsung bagaimana kondisi disana dengan segala keunikannya.
Awal agustus 2017 aku tekadkan untuk short trip ke Sawarna. Biasanya aku selalu pergi kemanapun tanpa ikut biro travel ataupun ikut open trip, tetapi karena saat itu kondisi ku sedang kurang fit untuk menyetir jarak jauh sendiri (karena kesibukan pekerjaan yang sedang menumpuk) akhirnya kuputuskan untuk gabung di open trip Sawarna.
Kami berangkat hari jum’at jam 23.30 start dari Plasa Semanggi Jakarta, mobil melaju di tengah kepadatan kota menembus tol yang masih cukup ramai di jam tersebut. Supir sempat berhenti 2x. Pertama di POM bensin, lalu yang ke2 di masjid (lokasi masjid hanya sekitar 9 km dari Pelabuhan Ratu (lokasi yang akan kami kunjungi di daftar itinerary pertama kami). Karena saat itu masih jam 4 pagi, maka kami sengaja beristirahat sambal menunggu waktu subuh disitu. Barulah setelah sholat subuh kami lanjutkan perjalanan ke lokasi itin pertama.
Tiba di Pelabuhan Ratu kami masuk ke Grand Samudra Beach Hotel, kami menuju ke receptionist untuk membeli tiket masuk ke kamar Nyi Roro Kidul (Rp.30.000/org). Terdengar agak misitis ketika kita menyebutkan hal tersebut. Tetapi kami memang ingin tahu bagaimana sih kondisi kamar yang di anggap keramat dan sering digunakan sebagai tempat pemujaan. Kesan yang aku dapatkan ketika pertama kali memasuki hotel adalah “suasana old dan agak sedikit mistis”. Mungkin karena memang kondisi hotel yang sudah cukup tua dan interiornya yang masih banyak menggunakan gaya tempo doeloe.
Saat itu jam masih menunjukkan pukul 06.50 (suasana masih agak gelap menjelang matahari terbit). Kami pun bergegas naik lift menuju ke kamar 308. Whoowww….. Lift pun masih peninggalan jaman dahulu, agak sedikit membuat khawatir juga kalua tiba-tiba lift macet di tengah.
Sampai di kamar 308, seperti yang di infokan oleh tour leader kami bahwa kamar akan sangat kental dengan bau kemenyan dan nuansa nya cukup mistis semua serba hijau. Jika kalian tidak tahan dengan aroma kemenyan yang sangat menyengat, kalian bisa ke balkon. Dari situpun kita bisa menyaksikan ombak laut yang bergulung-gulung serta suara gemuruh ombak yang cukup kuat.
Sekitar 15 menit berada di dalam kamar kami turun ke halaman belakang, disana ada terdapat kolam renang di pinggir pantai serta meja kursi untuk duduk santai.
Selesai breakfast kami lanjutkan perjalanan menuju desa Sawarna. Masih sekitar 1,5 jam untuk tiba disana. Masih cukup ekstrim jalan nya, berbelok dan naik turun.
Kondisi Pantai Sawarna sangat berbeda dengan tempat wisata pantai lain di Indonesia, khususnya di daerah Jawa Barat dan Banten. Pantai Sawarna punya keunikan tersendiri mulai dari keindahan pantai (ombak, hamparan pasir, cuaca, pemandangan), akses transportasi, jalur ekstrim, akses ATM, hingga cara berhadapan/berinteraksi dengan warga yang tinggal di sekitar pantai.
Mobil tidak bisa masuk sampai ke lokasi pantai, ada satu lapangan khusus untuk parkir mobil. Kami berjalan kaki menuju ke Pantai Sawarna. Jalanan cukup panas dan berdebu apalagi saat itu jam sudah mendekati pukul 10, sudah cukup menyengat untuk situasi di dekat pantai. Kalau ingin naik ojek juga bisa, tersedia jasa ojek di dekat lokasi parkir mobil.
Untuk perjalanan dengan berjalan kaki ditempuh dalam waktu sekitar 20 menit (tergantung kecepatan masing-masing dari kita). Tetapi ketika tiba di tepi pantai, rasa puas bahagia kurasakan. Aku duduk di salah satu gazebo, sambal meluruskan kaki setelah perjalanan cukup panjang dengan mobil, angin pantai membuatku terbuai mengantuk. Suara ombak yang bergulung seolah memberikan suara nyanyian yang mengusik rasa ngantukku.
Sambil menunggu jam makan siang (sesuai jadwal itinerary kami makan siang disini sekitar jam 11.30) aku dan temanku berjalan menelusuri sepanjang pantai Sawarna. Terlihat birunya air dan karang-karang yang hijau karena di tumbuhi lumut. Di atas pasir terdapat deretan perahu nelayan.
Ternyata jam 11.10 kami sudah di panggil oleh tour leader, makan siang sudah tersedia. Lihat menunya langsung suka. Nasi hangat dengan aneka lauk sehat ; ikan segar bakar dengan 2 macam bumbu, tempe mendoan, tahu goreng tepung, tumis kangkung bumbu tauco dan kerupuk serta di sajikan dengan sambal tomat.
Selesai makan siang kami menuju ke homestay, ternyata letak homestay kami kalau ditempuh dengan berjalan kaki lumayan jauh (sekitar 2 km dan jalan agak mendaki di beberapa area). Akhirnya kami di bonceng naik sepeda motor bergantian oleh team leader dan 2 anggota dari biro tour. Di sepanjang jalan kanan kiri masih hijau, rumput-rumput dan pohon pisang tumbuh subur. Ketika tiba di homestay aku senyum-senyum bahagia, suka sekali dengan homestay nya. Klasik rumah panggung dari kayu yang berada di bukit dengan view kebun dan landscape hijau serta terlihat laut di ujung cakrawala.
Kami istirahat di homestay, mandi, tidur siang, nonton televisi, bersantai di teras depan sambil mendengarkan music dan memandangi indahnya alam sekitar. Mempersiapkan energy untuk tracking sore hari mengejar sunset di Tanjung Layar Beach.
Sore jam 16.30 kami bersiap pergi ke dengan menaiki ojek yang sudah kami sewa rental. Perjalan menuju ke Tanjung Layar Beach cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Sekitar 2,5 km melalui jalan yang sempit (tidak bisa di akses dengan menggunakan kendaraan roda 4).
Nama pantai ini berasal dari gambaran dua buah batu karang raksasa yang berbentuk seperti layar kapal yang terkembang. Pantai ini merupakan lokasi paling barat pulau Jawa. Dalam catatan wikipedia disebutkan ini merupakan ujung pertama pulau jawa. Selain pantainya wisata alam lainnya yaitu seribu gua. Gua-gua yang berada di sana terbentuk dari bebatuan kapur.
Sampai di Tanjung Layar lokasi cukup penuh pengunjung karena kami dating ke lokasi tersebut saat hari sabtu (weekend). Segera aku membaur di dalam keramaian, mencari celah sedikit lokasi untuk berfoto dan tempat dimana bisa duduk untuk menikmati sunset.
Sekitar jam 18.30 kami berjalan kembali ke homestay, sebelum hari benar-benar menjadi gelap. Perjalanan hari ini menjadi cerita tersendiri bagi saya dan teman-teman. Banyak perjuangan yang kami lakukan untuk bisa sampai ke tempat tujuan kami, tetapi rasa lelah yang kami rasakan terbayar dengan apa yang kami dapatkan. Tiba di homestay istirahat sebentar dan tak lama kemudian makan malam sudah tersedia di teras, makan malam dengan menu nasi hangat, ikan bakar, mendoan, mie rebus dan kerupuk terasa cukup nikmat.
Sebagian teman-teman melanjutkan dengan acara karaoke bersama di kedai kopi yang dekat dengan homestay, tetapi aku memilih untuk beristirahat saja menikmati udara malam sambal santai menikmati secangkir kopi panas. Besok pagi kami harus bangun sebelum jam 5 pagi, karena kami berangkat jam 5 pagi untuk bisa mendapatkan sunrise di Tanjung Karaje Beach.
Komentar
Posting Komentar